Minggu, 30 November 2008

Tak Terima Penangkapan, Keluarga Tersangka Curanmor Keroyok Wartawan

MAKASSAR -- Malang nian nasib zhul Bakri. Wartawan salah satu stasiun televisi nasional itu dikeroyok belasan warga di Jalan Kakatua I, saat melakukan peliputan penangkapan residivis pencurian kendaraan bermotor (curanmor) bernama Muhdar Sangaji, 39, alias Ono, Jumat malam, 21 November.
Kronologis pengeroyokan, ketika itu Zhul bersama sejumlah polisi dari unit khusus Kepolisian Resor Kota (Polresta) Makassar Barat menggelar upaya penangkapan. Tersangka dari informasi polisi memang telah lama menjadi target operasi. Pasalnya, setelah beberapa minggu diikuti gerak-geriknya tersangka diduga merupakan salah seorang anggota jaringan curanmor di Makassar.
Setibanya di lokasi, istri tersangka bukannya menerima baik kedatangan anggota polisi dan oknum wartawan tersebut. Istri tersangka dan sejumlah keluarganya malah melakukan perlawanan. Menurut istri Ono, suaminya bukanlah pelaku curanmor yang selama ini menjadi incaran polisi. Salah seorang keluarga tersangka meminta surat tugas peliputan wartawan.
Saat tersangka dibawa ke Polresta Makassar Barat untuk dimintai keterangan, Zhul tetap tinggal untuk mengambil gambar sebagai bahan liputan. Saat itulah, Zhul mengaku didatangi sejumlah pemuda. Selain meminta surat tugas peliputan. Zhul sempat diminta untuk berfoto dengan menggunakan kamera telepon seluler (ponsel) milik tersangka pengeroyokan. Setelah difoto, Zhul kemudian diberi bogem mentah.
Dalam peristiwa pengeroyokan itu, kamera milik Zhul rusak akibat terkena pukulan. Selain itu, aki dan lampu kamera hilang. Sepeda motor milik Zhul sempat disita. Namun, polisi yang menerima laporan pengeroyokan langsung menuju ke lokasi untuk mencari pelaku dan sepeda motor Zhul.
Setelah terlepas dari pengeroyokan, Zhul kemudian menuju ke Polresta Makassar Barat untuk dimintai keterangan peristiwa yang menimpanya. Sedangkan Muhdar Sangaji yang dimintai keterangannya mengakui kalau dirinya selama ini merupakan pelaku curanmor.
Barang bukti yang saat ini telah diamankan aparat kepolisian yakni, sepeda motor jenis Yamaha F1 Fiz R. Kejadian yang menimpa Zhul sementara ditindaklanjuti Polresta Makassar Barat dan Polwiltabes Makassar.

Polda Perketat Pengawasan Daging * Jelang Hari Raya Idul Adha

MAKASSAR--Polda Sulselbar akan memperketat pengawasan peradaran daging di wilayah kerjanya. Ini sebagai langkah antisipasi terhadap kemungkinan masuknya daging gelonggongan menjelang Idul Adha.

"Kita akan mengadakan razia ke pasar-pasar dan sejumlah rumah pemotongan hewan di Kota Makassar. Kalau ada yang tertangkap akan diselidiki asal usulnya," kata Kepala Bidang (Kabid) Hubungan Masyarakat (Humas) Polda Sulselbar, Kombes Pol Hery Subiansauri, saat dihubungi, Sabtu, 22 November. Menurutnya, pihak Polri telah melakukan langkah-langkah preventif kepada pedagang agar tidak membeli dan mengedarkan daging gelonggongan. Ini dimaksudkan agar daging oplosan tidak beredar bebas.


Menurut Hery, menjelang Idul Adha, permintaan daging pasti meningkat tajam. "Razia ini sudah mulai berjalan di seluruh jajaran Polda Sulsel. Tidak hanya itu, pihak kepolisian juga telah bekerjasama dengan dinas terkait, seperti Dinas Peternakan dan Perikanan serta Dinas Kesehatan termasuk bekerja sama dalam memberikan penyuluhan kepada penjual daging," ungkap Hery.

Masyarakat juga lanjut Hery diminta tetap waspada. Mereka juga diharapkan punya pengetahuan mengenai ciri-ciri daging gelonggongan. "Masyarakat tidak usah cemas. Pihak kepolisian akan terus memantau dan mengantisipasi peredaran daging di kota ini. Secara fisik daging gelonggongan berwarna merah pucat dengan kondisi cenderung berair dan bertekstur lembek. Karena itu, daging gelonggongan dipastikan tidak akan tahan lama karena mudah busuk," paparnya.

Kepada penjual daging-daging oplosan Hery juga memberikan warning. Menurut dia, jika kedapatan, sanksinya akan berat. "Pasti akan mendapat hukuman karena telah melanggar Undang Undang (UU). Ini juga berlaku sama bagi warga yang berani mensuplai daging sapi yang terjangkit penyakit," katanya.

Mumpung Ada Kartu Kredit

BERGAYA pakai kartu kredit, Arsyad Wahab, 35, malah ditangkap polisi dari Kepolisian Sektor Kota Panakkukang, Senin malam, 17 November. Dia ditangkap atas laporan Syaifuddin Sahruddin. Arsyad yang tinggal di Jalan Meranti Blok I A ini bekerja sebagai tim marketing di Bank Central Asia (BCA).
Syaifuddin melaporkan Arsyad atas dugaan penipuan sehingga dia merugi Rp 7.534.309. Arsyad dituduh telah menggunakan kartu kredit milik Syaifuddin tanpa sepengetahuan dan seizin pemiliknya. Syaifuddin mengaku belum pernah menggunakan kartu kreditnya.
"Bulan November Agustus 2008, saya ketemu dengan tersangka di mal Panakkukang. Tersangka menawarkan kartu kredit BCA. Karena merasa tertarik dan mudah pengurusannya, saya langsung setuju. Namun, pada bulan September lalu, tersangka mengatakan kalau kartu kredit BCA yang diterimanya dari pusat bermasalah dengan administrasi," papar Syaifuddin, yang ditemui di Polsekta Panakkukang.
Setelah mengatakan ada masalah administrasi dengan pusat, terangka kemudian menandatangani surat kekeliruan tersebut. Kemudian, surat tersebut diberikan ke korban yang disertai dengan tanda terima.
"Tanggal 12 November, tersangka mengembalikan kartu kredit kepada saya. Selanjutnya, Senin, 17 November, saya menerima tagihan kartu kredit dari BCA senilai Rp 7.534.309," lanjut Syaifuddin.
Melihat banyaknya jumlah tagihan yang diterimanya dari BCA, korban kemudian menghubungi tersangka. Namun, jawaban yang diterima korban dari tersangka adalah itu hanya kesalahan administrasi BCA pusat.
"Mendengar jawaban tersangka, saya mulai curiga dan tidak percaya. Daripada uang saya tidak kembali, dan tersangka kabur. Lebih baik saya laporkan saja peristiwa penipuan ini ke Polsekta Panakkukang," ujarnya.
Untung saja, polisi cepat meringkus Arsyad. Pria ini nyaris kabur. Dari tangan Arsyad, polisi menyita pesawat, telepon seluler, serta nota pengambilan uang.
Kepala Polsekta Panakkukang, Ajun Komisaris Polisi Satria, mengatakan, motif tersangka adalah berpura-pura menawarkan jasa pengurusan kartu kredit. Apabila kartu tersebut sudah selesai, tersangka kemudian menggunakannya dan selanjutnya beralasan ada masalah.
"Tersangka sebelumnya pernah di penjarakan di Lembaga Permasyarakatan Salemba selama dua tahun karena menyangkut dengan kasus yang serupa. Namun, pada waktu itu yang melapor adalah istrinya sendiri yang telah menceraikannya," kata Satria, di ruang kerjanya, Selasa, 18 November.

Sabtu, 29 November 2008

Mau Buang Hajat, Jari Tangan Malah Putus

Laporan : Mahatir Mahbub

RENCANA mau buang hajat, eh, malah menjadi korban pegeroyokan. Inilah yang dialami Nawir, 26, warga Pulau Gusung, Kelurahan Tamalatea, Selasa malam lalu. Nawir dikeroyok sekira tiga puluh orang hingga sekarat dengan luka parah di bagian kepala.
Nawir yang sehari-hari bekerja di tempat rekreasi di anjungan Pantai losari itu kini dirawat di ruang unit gawat darurat Rumah Sakit Labuang Baji. Pelaku utama pengeroyokan, Ismail, sudah meringkuk di tahanan Polsekta Tamalate.
Istri korban, Fatimah, yang ditemui di RS Labuang Baji, mengatakan, pengeroyokan terjadi ketika Nawir bermaksud untuk buang air besar di kamar mandi yang berada di bawah rumahnya. "Pas di depan pintu kamar mandi, tiba-tiba suamiku langsung dikeroyok. Dia juga sempat diparangi. Dua jari kirinya putus," jelas Fatimah, Kamis, 13 November.

Dibekuk, Tujuh Tersangka Penipuan Berkedok Undian

Laporan : Mahatir Mahbub

MAKASSAR--Tim unit khusus Polwiltabes Makassar, Selasa sore, 11 November membekuk tujuh tersangka penipuan berkedok pemberian hadiah undian melalui SMS (Short Message Service). Mereka dibekuk di rumah kontrakan BTN Batara Gowa, Blok F1 No. 2, Gowa.

Ketujuh tersangka ini (lihat grafis) berasal dari Belawa, Kabupaten Wajo. Mereka kini dalam tahanan Polwiltabes Makassar. Mereka dibekuk dengan barang bukti (jenis-jenis barang bukti, lihat grafis).

Kepala Unit Reserse Kriminal Polwiltabes Makassar, AKBP Rudi Herususanto yang ditemui di ruangannya, mengatakan, ketujuh pelaku penipuan tersebut mengaku telah melakukan aksinya lebih enam bulan. Keuntungan yang diperoleh mencapai ratusan juta rupiah.

"Pelaku melakukan aksi penipuan dengan modus SMS. Cara memperoleh nomor korban, mereka membuka daftar buku telepon dan menanyakan nomor hp-nya. Awalnya, mereka hanya melalui SMS.
Setelah korban menerima SMS pelaku dengan menjanjikan hadiah mobil, korban kemudian menelepon pelaku. Di situlah pelaku beraksi dengan berpura-pura meminta ulang nomor hp korban, yang diikuti dengan nomor rekening korban," kata Rudi.

"Selain melalui SMS dan kemudian diteruskan dengan menelepon, pelaku juga kerap melakukan aksinya melalui bungkus sabun seperti Rinso dan sabun mandi lainnya. Pelaku membuka bungkus Rinso dan sabun mandi, kemudian mengisinya dengan kupon berhadiah mobil. Selanjutnya, pelaku memanaskan kembali dan diperjualbelikan," lanjutnya.

Program pemberantasan penipuan dengan modus SMS dan telepon tersebut, Rudi mengaku sudah memprogramkannya sejak beberapa tahun lalu, sejak masuknya laporan dari masyarakat ke Polda Sulselbar.
"Korban-korban mereka cepat percaya, karena pelaku kerap membawa nama petinggi-petinggi polri di Sulsel ini. Selain petinggi polri, pelaku juga membawa nama orang-orang besar di Kota Makassar ini. Lengkap dengan alamat serta titel kesarjanaannya. Padahal sebagian besar pelaku hanya tamatan SD, dan sebelumnya bekerja sebagai petani," ungkap Rudi.

Dengan tertangkapnya ketujuh pelaku tersebut, aparat kepolisian berjanji melakukan penyelidikan lebih jauh ke rekan-rekan korban. "Mereka beraksi dengan jaringan. Dengan tertangkapnya tujuh tersangka ini, mudah-mudahan akan mempermudah penangkapan rekan-rekan pelaku lainnya," kata Rudi.

GRAFIS

Tujuh Tersangka Penipuan

1. Amir, 24
2. Adi, 18
3. Agus,24
4. Andika,22
5. Amran,18
6. Anding,31
7. Irawati Arif,18

(Anding dan Irawati Arif adalah suami istri)

Memprihatinkan, Trafficking di Sulsel

MAKASSAR -- Jaringan trafficking atau indsutri perdangangan orang (perempuan dan anak) di Kota Sulsel sekarang ini, sudah dalam taraf memprihatinkan. Hal itu diungkap Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak Polda Sulselbar, Komisaris Besar Polisi Jamila dalam dialog publik sosialisai UU No 21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang di hotel yasmin, Sabtu, 8 November.

Menurut Jamila, perempuan dan anak merupakan yang paling banyak menjadi korban trafficking. Mereka banyak ditempatkan pada posisi yang sangat beresiko. Mereka rentan terhadap tindak kekerasan.

"Sesuai survey di lapangan, laki-laki, perempuan dan anak-anak dari keluarga miskin yang berasal dari pedesaanlah yang terbanyak menjadi korban perdagangan. Jaringan tersebut berkedok mencari tenaga kerja untuk bisnis entertainment, kerja di perkebunan, ataupun di bidang jasa di luar negeri dengan upah yang besar," kata Jamilah.

Perdagangan orang merupakan perbuatan ilegal dan kriminalisasi murni. Hal itu tertuang dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) pasal 297, UU N0 39 tahun 1999 tentang HAM (pasal 65), UU No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak (pasal 83,88) dan disempurnakan dengan UU No 21 tahun 2007 tentang perdagangan orang yakni, perempuan dan anak.

"Persoalan yang berkaitan erat dengan pelanggaran, isu imigrasi, gender, perburuhan , HAM, serta keamanan kerja, merupakan isu utama dalam menjalankan perdagangan anak. Para pelaku perdagangan orang tidak saja melibatkan kejahatan lintas batas. Tetapi, juga melibatkan perseorangan dan bahkan tokoh masyarakat, yang seringkali tidak menyadari keterlibatannya," ungkap Jamilah.

Dialog publik yang digelar oleh Muslimat Nahdatul Ulama Sulsel itu, dihadiri Deputi Perlindungan Anak Suryadi Suparman, Bendahara Umum PP Muslimat NU Dra Hj Nur Aqil Sirajd, Koordinator Bidang Hukum dan Advokasi PP Muslimat NU Dra Hj Mursyidah Thahir MA, Anggota Bidang Hukum dan Advokasi PP Muslimat NU Dra Hj Azizah Msi, Kabag PP Biro Kap Provinsi Sulsel Dra Hj Murlina Muallim Ms, Ketua II Mualimat Nu Dr Hj A Nuraedah Arifin Nu'mang.

Mahasiswa Keroyok Polisi, Ponsel Hilang

Oleh
Mahatir


MAKASSAR -- Unjuk rasa yang digelar ratusan Mahasiswa Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, di depan kampusnya di Jalan Sultan Alauddin, Senin, 17 November, berbuah bentrok dengan aparat kepolisian. Mahasiswa malah sempat mengeroyok seorang polisi.
Dalam aksinya, mahasiswa Unismuh menuntut Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sulsel dan Sulbar, Inspektur Jenderal Polisi Sisno Adiwinoto, dan Kepala Kepolisian Resor Kota (Kapolresta) Makassar barat, Ajun Komisaris Besar Polisi Evie Suoth, mundur dari jabatannya. Karena dianggap tidak bersikap independen di dalam menangani kasus dugaan penembakan Basir, Warga Minasa Upa yang juga Mahasiwa fakultas Fisip Unismuh Makassar.
Mahasiswa Unismuh menilai, rekannya bernama Basir murni terkena peluru milik salah seorang oknum anggota Polri.
Dalam unjuk rasa kemarin, terjadi dua kali bentrokan dengan polisi. Bentrokan pertama pukul 10.30. Saat itu, mahasiswa yang berorasi di depan pintu gerbang kampus didatangi anggota polisi anti huru-hara. Mahasiwa kemudian melempar batu ke arah polisi. Namun, tidak berlangsung lama, karena ditenangkan oleh sejumlah polisi. Polisi anti huru-hara mundur dari posisinya.
Setelah ditenangkan, aksi sempat terhenti. Ketika menenangkan mahasiswa, polisi mengamankan sedikitnya lima mahasiswa di samping show room Toyota Jalan Sultan Alaudin. Namun penahanan itu tidak berlangsung lama kelima mahasiswa tersebut dilepaskan.
Tak lama kemudian, para mahasiswa kembali menggelar orasi. Ketika itu, mahasiswa yang tidak menerima rekannya diamankan, kemudian melakukan penyerangan ke polisi yang sedang berjaga di sepanjang lokasi. Aksi saling lempar batu pun terjadi antarmahasiswa dan polisi.
Aksi saling lempar berhenti sejenak ketika sejumlah mahasiswa dan polisi berunding. Namun perundingan yang digelar di tengah jalan tersebut sementara digelar, tiba-tiba dua mahasiswa menjemput rekannya yang telah dibebaskan tadi. Melihat bagian mata kanan rekannya memar, sejumlah mahasiswa tidak menerima dan mencari pelaku pemukulan itu.
Sekira lima menit kemudian, seorang anggota polisi dari Samapta Polresta Maros, Inspektur Dua Polisi Asri, melintas dari arah Gowa dengan menggunakan sepeda motor dan melewati kerumunan mahasiswa. Sontak mahasiswa berteriak dan melakukan pemukulan. Dari pemukulan itu, Asri mengalami luka di bagian wajahnya serta kehilangan telepon seluler (ponsel). Dia langsung dievakuasi ke Rumah Sakit Polri Bhayangkara.
Melihat ada polisi dikeroyok mahasiswa, ratusan polisi yang diturunkan masing-masing dari Polresta Makassar Timur dan Polsekta Rappocini, langsung mengambil tindakan dengan menyerang mahasiswa hingga ke pintu gerbang kampus. Hingga berita ini dibuat, informasi di lokasi kejadian, belasan mahasiswa diamankan dan dua lainnya dilaporkan luka.
Sisno Adiwinoto yang ditemui di Clarion Hotel and Convention menegaskan, Basir terluka bukan karena peluru. Hasil visum di RS Polri Bhayangkara tidak ditemukan dua unsur yang mengarah ke peluru. "Tidak ditemukan juga bubuk musiu di luka korban," kata Sisno.
Menanggapi bentrokan mahasiswa dan polisi, Sisno mengatakan, kalau permasalahan tersebut sudah dikoordinasikan dengan Pembantu Rektor III Unismuh, Darwis Muhdin. (*)

Polisi Bangun Pos di Kampus Universitas 45

Laporan : Mahatir Mahbub

MAKASSAR -- Bentrokan antar mahasiswa di Universitas 45 Makassar kembali terjadi, Rabu, 19 November. Bentrokan terjadi ketika puluhan mahasiswa Fakultas Teknik berunjuk rasa di depan kampusnya. Mereka mendesak Rektor Universitas 45, Prof Dr H Abu Hamid, membuka dialog dengan mereka guna membahas kembali pemecatan rekan pengunjuk rasa, Amri.
Pihak rektorat sendiri membuka dialog dengan tawaran 15 perwakilan mahasiswa. Hal itulah yang ditolak oleh mahasiswa. Seluruh pengunjuk pengunjuk rasa mau bertemu Rektor.
Setelah kembali berunding dengan pihak rektorat, tiba-tiba di antara kerumunan mahasiswa ada teriakan "Serang". Bentrokan pun tidak terhelakan. Dalam bentrokan antarmahasiswa Fakultas Teknik dengan Fakultas Hukum itu, seorang mahasiswa bernama Hersal, 23, mengalami tiga luka tusukan di bagian perut dan punggung.
Pembantu Rektor III Universitas 45, Dr Muhammad Nasir Abduh, menegaskan bahwa aktivitas kampus kembali diliburkan selama dua hari, terhitung mulai hari ini.
Sementara Kapolresta Makassar Timur, AKBP Kamaruddin, mengatakan, sejumlah senjata tajam jenis parang dan busur kembali diamankan. Tidak hanya itu, botol-botol minuman keras juga ditemukan hampir di setiap ruangan kampus.
Kamaruddin menjelaskan, polisi telah melakukan koordinasi dengan pihak kampus untuk membangun pos penjagaan kepolisian. "Itu tidak lain untuk keamanan kampus juga. Biar semua aktivitas mahasiswa bisa tercover," Kata Kamaruddin.

15 Teroris Tertangkap di Hotel Pantai Gapura

MAKASSAR -- Nuansa sejuk nan damai tiba-tiba berganti ketegangan di Hotel Pantai Gapura, Sabtu sore, 29 November. Hampir seluruh pengunjung yang berada di dalam setiap kamar hotel tersebut, keluar menyaksikan 15 orang teroris yang tertangkap oleh 40 personil dari Batalyon Infanteri 700/Raider.

Begitulah susana simulasi penanggulangan aksi terorisme, yang digelar Komando Daerah Militer (Kodam) VII Wirabuana, di lingkungan hotel yang terletak di Jalan Pasar Ikan itu. Seluruh anggota Raider dalam simulasi ini, dilengkapi dengan persenjataan lengkap.

Kegiatan simulasi yang diberi tema pembebasan sandera dan penghancuran sasaran musuh tersebut, juga merupakan program rencana kegiatan latihan pemantapan Batalyon Infanteri 700/Raider, TA 2008.

Kepala Satuan Kodam (Kasdam) VII Wirabuana, Brigadir Jenderal (Brigjen) TNI, Widodo Ms, saat ditemui di lokasi simulasi mengatakan, kegiatan yang digelar Kodam VII Wirabuana ini, merupakan program tahunan TNI. Selain itu, terang Widodo, kegiatan ini juga sebagai salah satu wujud pemantapan dan persiapan pasukan di lapangan, dalam mengantisipasi aksi-aksi terorisme di Kota Makassar.

"Program ini sudah distandarisasi untuk mencapai target yakni, mempersiapkan anggota Batalyon Infanteri 700/Raider sebagai persiapan pasukan tempur. Yang dimana, mereka diwajibkan bagaimana menyerang ke sasaran dengan cepat dan tepat," papar Widodo.

Lebih jauh Widodo menungkapkan, bahwa tidak tertututp kemungkinan di Kota Makassar ada sekelompok teroris yang berkeliaran," Terorisme tidak akan ada tanpa bantuan unsur dari dalam. Kami juga melihat, pemerintah Kota Makassar, sampai saat ini belum mampu mengidentifikasi aksi-aksi terorisme yang akan terjadi nantinya," lanjut Widodo.

Minggu, 23 November 2008

Bali Tetap Target Utama Polisi

OLEH : Mahatir

MAKASSAR -- Balapan liar (bali) yang saat ini terus marak di sejumlah jalan di Kota Makassar, tetap menjadi target utama operasi dari Satuan Lalulintas (Satlantas) Kepolisian Wilayah Kota Besar (Polwiltabes) Makassar. Ruas jalan yang dianggap rawan menjadi arena bali, mendapat pengawasan ketat polisi. Hal itu dinyatakan Kepala Satlantas Polwiltabes Makassar, Ajun Komisaris Besar Polisi Feri Handoko. Feri menilai, dalam bulan Oktober kemarin, sudah 60 kendaraan roda dua yang diamankan dalam operasi bali di sejumlah jalan. Penahanan yang dilakukan tidak lain hanya untuk memberikan efek jera kepada pelaku balapan liar agar tidak kembali turun kejalan dan mengganggu pengguna jalan lain. "Apabila terjadi lakalantas (kecelakaan lalu lintas, red) yang korban pelaku sendiri. Namun, itu lebih untung, ketimbang yang korban pengguna jalan yang hanya lewat, kan kasihan," kata Feri di ruang kerjanya, 3 November lalu. "Upaya pengamanan yang dilakukan anggota polwiltabes Makassar dengan menempatkan anggotanya di sejumlah jalan dan melakukan patroli hanya merupakan tindakan represif. Kami juga tetap melibatkan anggota POM TNI untuk menghindari ketersinggungan apabila ada oknum yang terlibat dalam balapan liar itu," lanjut Feri. Feri menambahkan, selama ini aparat terus mencari tahu oknum yang ada di belakang pelaku bali. "Kami hanya menduga, bisa jadi ada oknum yang terlibat dibelakang balapan liar ini," ungkap Feri.
Mitra Sementara itu, 18 kelompok pencinta sepeda motor terbentuk di Kota Makassar. Ada 1.600 sepeda motor yang tergabung dalam kelompok-kelompok tersebut. Para kelompok pencinta sepeda motor itu dijadikan mitra polisi untuk memberantas maraknya bali. Semua anggota kelompok diperkuat dengan kartu keanggotaan yang diserahkan langsung Kepala Polwiltabes Makassar, Komisaris Besar Polisi Burhanuddin Andi. "Mereka hanya membantu dalam menertibkan lalu lintas, dengan memberikan tekanan moril kepada geng motor lain dengan menyuarakan penolakan terhadap balapan liar. Namun, itu tidak bisa terwujud dengan rapi apabila masyarakat sendiri yang tidak sadar. Kami juga menghimbau kepada RT dan RW setempat untuk tidak membiarkan warganya menonton balapan liar," ujar Feri. Jalan-jalan yang kerap dijadikan ajang balapan liar, tutur Feri, semua di jalan utama. Seperti Jalan Cenderawasih, Jalan Veteran, Jalan Bandang, Jelan Hertasning, dan Jalan Penghibur. (*)
==================
BAHAN GRAFIS
Jalanan maut
- Objek : Aksi balapan liar.- Tindakan polisi : Razia.- Terjaring : 60 sepeda motor.- Lokasi rawan : Jalan Cendrawasih, Veteran, Bandang, Hertasning, Penghibur.- Korban : ?
*Geng motor- Jumlah : 18 kelompok.- Status : Terdaftar di Polwiltabes.- Anggota : 1.600 sepeda motor.
Sumber: Polwiltabes Makassar.
Bentrok, Tiga Warga Tewas, Satu Kritis
*Dipicu SPPT Ganda

MAKASSAR -- Bentrokan warga yang dipicu sengketa lahan, kembali terjadi di perbatasan Gowa-Takalar, Sabtu 23 November. Dalam bentrokan itu, tiga warga tewas dan satu masih terbaring di RS Wahidin Sudirohusodo dalam keadaan kritis.
Warga yang tewas masing-masing, Haeruddin Daeng Nompo,32 dari Desa Toata Kecamatan Polut, Takalar. Sebelum meninggal dia mengalami luka tikaman badik dibagian perut kanan dengan usus terburai, bagian lengan kiri dan pergelangan tangan kanan. Dua lainnya dari kabupaten Gowa yakni, Syahruddin Daeng Lawa,44 dari Dusun Bilampang, Desa Tana Karaeng Kecamatan Manuju. Mengalami luka tusukan badik dibagian dada kanan sebanyak dua kali, serta Rahim Daeng Pasang,50 Dusun Tabakang, Desa Julumpamai Kecamatan Bajeng, dengan luka leher kiri, dada kiri, tangan kiri dan kanan, kepala sebelah kiri, dan punggung sebelah kiri kanan.
Sedangkan yang masih sekarat dan kini mendapatkan perawatan intensif, di ruang Unit Gawat Darurat (UGD) RS Wahidin Sudirohusodo Makassar, yakni Baharuddin Daeng Nyampa,38. Warga Dusun Belampang, Gowa ini mengalami luka parah dibagian perut dan belakang akibat tikaman badik, serta punggung dan paha.
Bentrokan tersebut dipicu oleh sengketa kepemilikan lahan yang berukuran sekira satu hektar. Lahan tersebut, saat ini masih dalam proses penyelidikan dan penyidikan Polresta Gowa. Kedua kubu yang bersengketa, merasa bahwa lahan yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa itu milik mereka. Pasalnya, kedua kubu memegang bukti surat pembayaran pajak tanah (SPPT), yang diperoleh dari pemerintah terkait.
Mawarni Daeng Nipa,38, istri Baharuddin Daeng Nyampa yang ditemui di RS Wahidin Sudirohusodo mengatakan, kalau suaminya itu tidak mengetahui bahwa lahan milik kakaknya, Daeng Sipatu adalah lahan sengketa. Kata Mawarni, suaminya hanya dipanggil untuk menanam jagung dan diberi upah oleh kakaknya tersebut."Suami ku hanya dijemput motor di rumah oleh Daeng Sipatu. Katanya minta tolong menanam jagung. Sutriani (anak korban, red) kemudian menyusul," katanya.
Korban dan kakaknya tersebut, kemudian berangkat ke lahan sengketa yang tidak lama kemudian disusul oleh anaknya. Ketika tiba dilahan dan menanam jagung, jelas Mawarni tidak lama kemudian datang puluhan warga dari perbatasan Takalar dan menyerang ke lahan."Pas tiba anakku di lahan garapan, tiba-tiba disampaikan kalau suami ku dipukul dan diparangi. Kemudian, ada informasi juga kalau sudah ada yang tewas di lahan garapan tersebut," paparnya.
Menanggapi bentrokan warga tersebut, Kepala Bidang (Kabid) Hubungan Masyarakat (Humas) Polda Sulselbar, Komisaris Besar polisi Heri Subiansauri yang dikonfirmasi melalui telepon selularnya, Sabtu sore 23 November mengaku pihaknya dari Polresta Gowa, Polresta Takalar serta Polwiltabes Makassar telah melakukan tindakan upaya pencegahan terjadinya bentrokan susulan.
Heri menambahkan, upaya-upaya tersebut yakni melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP), melakukan pemeriksaan sejumlah saksi, memeriksa korban, serta mengumpulkan barang bukti. Sekitar lokasi kata Heri, aparat kepolisian yang diterjunkan langsung menggelar pengamanan.
"Kepolisian sudah melakukan koordinasi lintas sektoral dengan aparat pemerintah Gowa dan Takalar. Selain itu, seluruh tokoh-tokoh masyarakat serta tokoh kepemudaan, kami kumpulkan untuk mencari titik penyelesaian masalah. Anggota telah kami siapkan untuk melakukan pengamanan sepanjang Gowa dan Takalar," kata Heri.

Sabtu, 22 November 2008

Pencetus Rumah Ibadah di Lapas Salemba

DI sisa hidupnya, Dominggus Bussu dan istrinya memilih "mewakafkan diri" kepada kegiataan kemanusiaan.

Laporan : Mahatir Mahbub
Mamajang

Awal masuknya di Salemba, hampir seluruh narapidana yang terlebih dahulu berada di tempat itu telah menunggunya. Bussu bagaikan santapan. Sebagian narapidana malah memegang balok dan berbagai macam senjata tajam untuk melampiaskan kepenatan di balik jeruji besi.
"Ketika itu, yang ada di kepala saya hanya Tuhan. Tapi apabila saat itu, ada seorang saja napi yang bergerak ke arah saya. Pasti saya sudah habisi. Lebih baik mati daripada berada dalam penjara selama 20 tahun," papar Bussu.
Setiap malam di penjara, Bussu mengaku, dirinya kerap menyendiri di sudut penjara. Menangis dan meratapi semua perbuatannya. Begitupun kalau pagi hari. Dirinya lebih banyak membuang waktu di menara lembaga. Melihat tingkahnya yang rajin dan patuh, kepala lembaga memilihnya menjadi ketua Blok A. Blok yang semua penghuninya adalah pembunuh.
"Di dalam blok itu berkumpul semua pembunuh dari berbagai daerah. Mulai dari Sulawesi hingga Papua. Hidup dalam lembaga di blok pembunuh nyawa terus terancam. Tapi mungkin karena mereka segan, dan mendengar dari penjaga lembaga kasus yang membuat saya meringkup di lembaga, tidak ada satupun narapidana yang mendekat," papar Dominggus Bussu, di Panti Asuhan Mulia, Jalan Singa, Selasa, 18 November.
Saat dirinya memimpin blok tersebut, hukum rimba di dalamnya berubah. Berbagai jenis kegiatan positif lebih dia nampakkan dalam memimpin anggotanya. Mulai merajut rotan menjadi kursi hingga membuat patung. Sampai-sampai Bussu mengaku kalau dirinyalah pencetus berdirinya gereja di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Salemba.
"Semuanya berubah. Kalau dulu ada narapidana baru yang masuk pasti dihabisi. Tapi sewaktu saya yang memimpin tidak ada lagi, semua berubah. Mulai makanan, kebersihan dan kedisiplinan kerja," ujar Bussu, didampingi sang istri yang juga mantan narapidana dengan kasus pembunuhan.
Istrinya Halijah, kala itu membunuh untuk mempertahankan kehormatannya. Ia nyaris diperkosa oleh kakak iparnya sendiri. Bussu sendiri adalah suami kedua Halijah setelah bercerai dengan suami pertamanya, yang bekerja sebagai guru. Dikisahkan, ketika itu, suaminya berangkat penataran di Gorontalo. Dia tinggal sendiri di rumah.
Hari-hari berlalu, kakak iparnya datang berkunjung ke rumahnya. Bukannya dengan baik, Halijah nyaris diperkosanya. Dengan terus berontak, Halijah pun kalap. Dia melihat anak kakak iparnya yang masih berumur enam tahun dan melemparnya ke sebuah batu besar di depan rumah Halijah. Anak itupun tewas seketika. Kepalanya pecah.
Karena mempertahankan kehormatannya, Halijah divonis Sepuluh tahun penjara di lembaga permasyarakatan Salemba.
Kini, Halijah dan Dominggus Bussu hidup lebih nyaman. Sehari-hari keduanya mengasuh puluhan anak yatim piatu di Panti Asuhan Mulia. Tak ada lagi kekerasan dalam kehidupan keduanya. Di sisa hidupnya, keduanya memilih "mewakafkan diri" kepada kegiataan kemanusiaan sesuai kemampuan mereka. (*)

Pernah Minta ke Presiden Agar Ditembak Mati

"TIDAK ada lagi kekuasaan. Tidak ada lagi jago-jagoan. Kini semua hidup ini untuk Tuhan yang masih membiarkan saya hidup dan bertobat."

Laporan : Mahatir Mahbub
Mamajang

KALIMAT di atas terlontar dari mulut seorang mantan narapidana. Usianya kini sudah 63 tahun. Namun, badan kekarnya yang dipenuhi tato membuat orang tetap ragu untuk bertemu dengan dirinya. Apalagi perawakannya masih terlihat garang.
Saat saya mencoba menemuinya di Panti Asuhan Murni, di Jalan Singa, semua tiba-tiba berubah. Kesopanannya menjamu tidak segarang wajahnya yang hitam. Namanya Dominggus Bussu. Laki-laki asal Ambon. Orang-orang di sekitar memanggilnya Om Bussu. Di bekerja di Panti Asuhan Murni.
Sepuluh tahun lalu, Dominggus Bussu baru menghirup udara bebas setelah tahun 1982 divonis 20 tahun penjara. Kasus yang membuatnya terkurung tidak main-main, yakni dengan menghabisi nyawa orang-orang yang dianggap bersebarangan dengan kelompoknya. Jumlah nyawa yang dihabisinya pun sudah ia lupa. "Tidak sampai 100 orang. Tapi bisa jadi lebih dari lima puluhan nyawa," kata Bussu, Selasa, 18 November.
Dominggus Bussu, lahir di Porto, Ambon, 7 Februari 1945. Usia remajanya dihabiskan penuh di Porto. Perang antarkampung yang tak kunjung padam membentuk jiwanya penuh kekerasan.
Dirinya sempat menolak untuk melanjutkan bercerita tentang masa lalunya. Namun setelah saya setengah membujuk, akhirnya dia mau mengupas sisi kelam itu. "Tidak adami Om Bussu yang dulu orang kenal sebagai pemberontak," ujar dia.
Kenakalannya bermula dari Ambon. Ketika itu, dirinya dikenal kerap memimpin para pemuda di kampungnya untuk menyerang kampung seberang. Tidak ada lagi yang tersisa. Rumah, ternak, kantor desa, sampai puluhan nyawa manusia dibiarkan berhamburan di jalan-jalan desa.
Perang antarkampungpun meluas seiring pencarian polisi terhadap dirinya. Suatu ketika, saat dirinya memutuskan untuk berhenti mencicipi dunia hitam, dia tertangkap. "Saya dituduh memimpin pemuda. Padahal waktu itu, saya lagi melaut dan sudah memutuskan untuk berhenti," katanya.
Keputusan Pengadilan Negeri Ambon yang membawanya ke Lembaga Permasyarakatan Salemba (dulunya Gunung Sari), dianggap Bussu sangat mengecewakan. Dia dituduh otak dari semua pemberontakan pemuda kampung. Apalagi dengan putusan 20 tahun penjara.
"Itu sangat mengecewakan saya. Kenapa tidak dihukum mati saja. Pernah saya mengajukan surat ke Presiden (RI) Soeharto untuk dihukum mati," ungkap Bussu.
Lembaga Pemasyarakatan Salemba adalah penjara kesembilan yang dijamah Bussu. Kasus yang paling banyak melibatkannya adalah pembunuhan. (Bersambung)